AsMEN Bekasi, – Yogyakarta, Sejumlah perwakilan media massa yang tergabung dalam Asistensi Media Nasional (AsMEN) melakukan kunjungan ke Istana Kepresidenan Yogyakarta, yang terletak di Kelurahan Ngupasan, Kementrian Gondomanan, Kota Yogyakarta, pada Kamis 19 Desember 2024.
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari program Istana untuk Rakyat sekaligus memperingati Hari Bela Negara.
Tim AsMEN yang terdiri dari Nurkholis mewakili Media MDI.NEWS, Sastra Suganda dari PBN, Sutarno dari Media BPI91, Suparman dari Media Inskanews, Suharmanto dari Inpopedia dan Muh Hatta Tahir mewakili Ceritanews.
Tim disambut langsung oleh Nurhadi, bagian protokoler Istana didampingi Iis Subromalisi dan staf lainnya.
Setelah melakukan registrasi di pos depan, tim dokumentasi Istana mengajak untuk berpose di sejumlah lokasi.
Kemudian rombongan menuju lobby utama Istana, untuk mendapatkan pengarahan oleh Nurhadi, salah satu petugas protokoler Istana.
Di hadapan Tim AsMEN, Nurhadi menjelaskan seluk beluk dan sejarah Istana Kepresidenan Yogyakarta dan sejumlah peristiwa penting yang mengikutinya.
Disebutkan oleh Nurhadi, di gedung ini lah presiden Sukarno menerima kunjungan Panglima Besar Jenderal Sudirman saat masa pergerakan kemerdekaan Indonesia dahulu.
Nurhadi menjelaskan bahwa siapapun boleh berkunjung ke Istana Kepresidenan asal terlebih dahulu mengajukan surat ke Setneg.
Setelah mendapatkan persetujuan, maka perorangan atau kelompok bisa datang ke lokasi dan melapor ke petugas jaga.
Kunjungan ini, kata Nurhadi merupakan bagian dari program Istana untuk Rakyat yang digagas sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Sekretaris Negara, Istana Kepresidenan Yogyakarta atau lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Gedung Agung ini merupakan rumah kediaman resmi seorang Residen Ke-18 di Yogyakarta pada 1823-1825.
Dihuni oleh residen, seorang Belanda bernama Anthonie Hendriks Smissaert, yang juga merupakan penggagas pembangunan Gedung Agung ini.
Gedung itu mulai dibangun pada bulan Mei 1824 pada masa penjajahan Belanda, oleh arsitek yang bernama A Payen.
Oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, A Payen diminta untuk membangun gedung dengan gaya bangunan mengikuti arsitektur Eropa yang disesuaikan pada iklim tropis.
Gedung ini sempat tertunda karena pecahnya Perang Diponegoro (1825-1830) atau yang dikenal juga dengan nama Perang Jawa.
Pembangunan dilanjutkan kembali setelah perang selesai pada (1832).
Peristiwa lainnya adalah pada tanggal 10 Juni 1867, saat terjadi musibah gempa bumi dua kali pada hari yang sama di Yogyakarta.
Akibatnya, Gedung itu runtuh, Bangunan baru pun lantas didirikan dan rampung pada tahun 1869.
Saat ini, bangunan ini menjadi Gedung Induk Kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta yang sekarang disebut Gedung Negara.
Gedung Agung itu menjadi sangat penting dan sangat berarti tatkala pemerintahan Republik Indonesia berhijrah dari Jakarta ke Yogyakarta dan resmi menjadi ibu kota RI, pada 6 Januari 1946.
Selengkapnya baca di Laman Resmi Kementerian Sekretaris Negara RI.
***